" Mari bersama-sama memberikan konten yang positif bagi Indonesia "

Hak Allah dan Hak Hamba


A.    Tentang Al-Mahkum Fih
Secara etimologi mahkum Fih artinya objek hukum, yaitu perbuatan mukallaf yang terkait dengan titah syar’I. secara terminologi, mahkum fih adalah perbuatan yang harus dilaksanakan oleh mukallaf yang dinilai hukumnya. Jadi bias disimpulkan bahwa mahkum fih merupakan perbuatan mukallaf yang menjadi objek hukum syara’.[1] Dalam kajian ushul fiqh, yang dimaksud dengan mahkum fih adalah:
هُوَ الْفِعْلُ الْمُكَلَّفِ الَّذِى تَعَلَّقُ بِـهِ حُكْمُ الشَّارِعِ
Suatu perbuatan mukallaf yang bertalian atau berkaitan dengan hukum syara’.[2]
Syarat-Syarat Taklif
Para ulama ushul fiqh mengemukakan syarat sahnya suatu taklif (pembebanan hukum) sebagai berikut:[3]
a)      Mukallaf harus mengetahui perbuatan yang dilakukan secara sempurna dan rinci sehingga suatu perintah atau larangan dapat dilaksanakan secara utuh seperti yang dikehendaki oleh al-hakim.
b)      Mukallaf harus mengetahui sumber taklif. Artinya, ia harus mengetahui bahwa tuntutan itu dari Allah, sehingga ia melaksanakannya berdasarkan ketaatan dengan tujuan melaksanakan titah Allah semata.
c)      Perbuatan itu haruslah sesuatu yang mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan dalam batas kemampuan manusia.
Perbuatan itu haruslah sesuatu yang mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan dalam batas kemampuan manusia.

Masyaqqah
Bagaimana dengan masyaqqah (kesulitan) dalam taklif. Apakah boleh ditetapkan taklif  terhadap amalan yang mengandung masyaqqah? Dalam hal ini para ulama ushul fiqh membagi masyaqqah terhadap dua bentuk, yaitu masyaqqah mu’taddah (kesulitan biasa dan dapat diduga) dan masyaqqah ghair mu’taddah (kesulitan di luar kebiasaan dan sulit diduga). Yaitu :
1.      Masyaqqah mu’taddah (المشقّة المعتادة) adalah kesulitan yang bisa diatasi oleh manusia tanpa membawa kemudlaratan baginya. Masyaqqah seperti ini tidak dihilangkan oleh syara’ dari manusia dan hal ini bisa terjadi, karena seluruh perbuatan (amalan) dalam kehidupan ini tidak terlepas dari kesulitan tersebut. Misalnya, mengerjakan shalat itu bisa melelahkan badan. Kesulitan seperti ini, menurut para ahli ushul fiqh, berfungsi sebagai ujian terhadap kepatuhan dan ketaatan seorang hamba dalam menjalankan taklif  syara’. Dengan demikian, masyaqqah separti ini tidak bisa menghalangi seseorang untuk melaksanakan taklif  syara’.
2.      Masyaqqah ghair mu’taddah (المشقّة غير المعتادة), adalah suatu kesulitan yang biasanya tidak mampu diatasi oleh manusia, karena bisa mengancam jiwa, mengacaukan sistem kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun masyarakat, serta pada umumnya kesulitan seperti ini dapat menghalangi perbuatan yang bermanfaat. Kesulitan seperti ini pun, menurut ulama ushul fiqh, secara logika, dapat diterima sekalipun dalam kenyataannya tidak pernah terjadi, karena Allah sendiri tidak bertujuan menurunkan taklif-Nya untuk memberikan kesulitan bagi manusia. Misalnya, Allah tidak pernah memerintahkan hamba-Nya untuk berpuasa siang dan malam.
Alasan yang dikemukakan oleh ulama’ ushul fiqh dalam hal ini adalah QS. Al-Hajj:78, QS.  An-Nisa’:28, QS. Al-Baqarah:185

Macam-macam al-mahkum fihi
Para ulama’ ushul fiqh membagi mahkum fih dari dua segi, yaitu: dari segi keberadaannya secara material dan syara’, serta dari segi hak yang terdapat dalam perbuatan itu sendiri.[4]
Adapun dari segi keberadaannya secara material dan syara’, mahkum fih terdiri atas :
a)      Perbuatan itu secara material ada, tetapi tidak terkait dengan hukum syara’, seperti makan dan minum
b)      Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara’, seperti pencurian dan pembunuhan yang menjadi sebab adanya hukum syara’ berupa hudud dan qishash.
c)      Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara’ jika sudah memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, seperti shalat dan zakat.
d)     Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara’ serta mengakibatkan adanya hukum syara’ yang lain, seperti jual beli dan sewa-menyewa, artinya adanya perpindahan hak karena adanya jual beli dan adanya hak menerima upah sebagai akibat dari akad sewa-menyewa tadi.
Dan jika dilihat dari segi hak yang terdapat dalam terdapat dalam perbuatan itu, maka mahkum fihdi bagi kedalam empat bentuk, yaitu :
a)      Semata-mata hak Allah, yaitu segala yang menyangkut kemaslahatan umum tanpa terkecuali.
b)      Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang, seperti ganti rugi harta seseorang yang dirusak.
c)      Kompromi antara hak Allah dengan hak hamba, tetapi hak Allah di dalamnya lebih dominan, seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina).
d)     Kompromi antara hak Allah dan hak hamba, tetapi hak hamba di dalamnya lebih dominan, seperti dalam masalah qishash.
B.     Hak Allah dan Hak Hamba
Hak Allah adalah setiap perbuatan mukallaf yang memiliki implikasi luas dan berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Pada titik ini si mukallaf tidak mempunyai pilihan/alternatif selain melaksanakannya. Dalam hak Allah ini, keputusannya diserahkan kepada waliyyul amr (penguasa), seperti dalam hukuman qishos, had, atau ta’zir.
Sementara hak hamba adalah setiap perbuatan yang tidak memiliki implikasi di luar diri si mukallaf. Tujuan dari perbuatan tersebut semata-mata untuk kepentingan dirinya sendiri; dan dalam pelaksanaannya dia memiliki pilihan/alternatif.
Selain dua hak di atas, ada pula hak yang tidak murni hak Allah juga tidak murni hak hamba. Hak ini merupakan kombinasi antara hak Allah dan hamba. Cara mengetahuinya cukup mudah. Jika tujuannya lebih banyak untuk kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi, maka yang lebih utama adalah hak Allah dan hukumnya sama seperti hak Allah yang murni. Namun bila perbuatan tersebut lebih banyak mengandung unsur pribadi, maka ia dikategorikan hak hamba dan hukumnya sama seperti hak hamba yang murni.
Hak yang sifatnya semata-mata hak Allah menurut ulama ushul fiqh, ada delapan macam, yaitu :[5]
·         Ibadah mahdhah (Murni), seperti iman dan rukun Islam. Ibadah – ibadah  tersebut berdasarkan dasar–dasarnya, bertujuan menegakkan agama yang merupakan kepentingan bagi ketertiban masyarakat. Manfa’at di syari’atkanya setiap ibadah diantaranya untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan pribadi mukallaf.
·         Ibadah yang mengandung makna bantuan atau santunan, seperti zakat fitrah, karenanya disyaratkan niat dalam zakat fitrah, Karena zakat fitrah termasuk ibadah dari segi bahwa ia termasuk sarana mendekatkan diri kepada Allah lantaran bersedekah kepada fakir miskin. Tetapi ia bukan ibadah murni, bahkan di dalamnya terkandung pengertian pajak jiwa demi kelestarian dan demi  terpeliharanya jiwa. Hal ini yang di maksud para ‘ulama bahwa di dalamnya terkandung pengertian kesejahteraan. Kewajiban zakat itu berlaku untuk semua orang, termasuk anak kecil/orang gila yag belum/tidak mampu bertindak hukum.
·         Bantuan atau santunan yang mengandung makna ibadah, seperti zakat hasil yang dikeluarkan dari bumi.
·         Biaya atau santunan yang mengandung makna hukuman, seperti kharaj (pajak bumi) yang dianggap sebagai hukuman bagi orang yang tidak ikut jihad.
·         Hukuman secara sempurna dalam berbagai tindak pidana, seperti hukuman berbuat zina (didera atau dirajam), hukuman pencurian (potong tangan), hukuman qadzaf (dera 80 kali). Dan hukuman-hukuman terhadap tindak pidana ta’zir.
·         Hukuman yang tidak sempurna, seperti seorang yang tidak diberi hak waris atau wasiat, karena ia membunuh pemilik harta tersebut.
·         Hukuman yang mengandung makna ibadah, seperti kafarat sumpah, kafarat dhihar, kafarat orang yang melakukan seggama di siang hari bulan Ramadhan, dan berbagai diyat lainnya.
·         Hak-hak yang harus dibayar, seperti kewajiban mengeluarkan seperlima harta terpendam dan harta rampasan perang.
Semua bentuk hukuman ini adalah hak murni bagi Allah. Semua itu untuk merealisir kemaslahatan manusia secara umum, disana mukallaf tidak mempunyai pilihan. Juga tidak mempunyai hak untuk menggugurkan kecuali haknya sendiri. Juga tidak dapat menggugurkan shalat, puasa, haji, zakat, shodakah wajib, atau hukuman diantara hukuman-hukuman itu, karena semua itu bukan haknya.
Hak-hak hamba dibagi menjadi dua:
·         Hak-hak hamba pada dirinya sendiri, contoh seperti mengedepankan kebutuhan pakaian, tempat tinggal, dan nafkah untuk dirinya. Begitu juga haknya untuk tidur dan makan.
·         Hak sebagian hamba pada yang lain. Menarik setiap kemaslahatan wajib atau sunnah, dan menolak kerusakan yang haram atau makruh, yang dibagi menjadi fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, sunnah ‘ain dan sunnah kifayah. Sebagai dasar dalilnya adalah firman Allah yang artinya: “Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan lah kamu saling tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan bermusuhan.” Ini menunjikan larangan terhadap sesuatu yang menyebabkan kepada kerusakan dan memerintah kepada sesuatu yang menghasilkan maslahah.

Izzudin ibn Abd al-Salam dalam Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam memilah berkumpulnya hak Allah dan hak hamba dalam 3 bagian:
a)      Wajib mendahulukan hak Allah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan menuduh zina.
b)      Wajib mendahulukan hak Mukallaf, seperti bolehnya mengucapkan kalimat kufur ketika dipaksa, dan bolehnya tayammum karena takut sakit dan dari sebab-sebab (‘udzur) yang lain.
c)       Sesuatu yang masih diperselisihkan (khilaf), seperti seseorang yang mati dan belum membayar zakat serta mempunyai hutang kepada orang lain. Menurut pendapat yang shahih, yang didahulukan adalah hak Allah. Contoh lain, jika kita menemukan bangkai dan makanan orang lain, maka yang diutamakan adalah memakan bangkai dan mendahulukan hak manusia.
Hak itu adakalanya murni hak Allah dan adakalanya murni hak mukallaf. Tapi terkadang dua hak itu berkumpul, sehingga membutuhkan pendalaman serius untuk mengetahui tinggi-rendahnya kualitas keduanya.
Jika hak Allah lebih dominan, maka yang diprioritaskan adalah hak Allah. Tapi bila hak mukallaf yang lebih dominan, maka hak mukallaf lah yang diutamakan. Contohnya adalah mendakwa zina (had al-qadf). Bila dakwaan zina itu bisa mendatangkan kebaikan bagi masyarakat luas, maka ia adalah hak Allah karena manfaatnya bersifat umum. Tapi bila dakwaan tersebut dilakukan hanya untuk menutupi aib dari terdakwa, maka ia adalah hak mukallaf. Dalam kondisi seperti ini (hak mukallaf lebih dominan), maka dalam masalah qishos, dia boleh mengambil diyat saja atau memaafkan.


DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i, Rachmat,  Ilmu Ushul Fiqh untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Tim MGMP DIY, Fikih dan Ushul Fikih untuk Kelas XI MAPK, Yogyakarta, 2011
Sodiqin, Dr. Ali, Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Beranda, 2012
Umam, Drs.Chaerul, Ushul Fiqh I untuk Fakultas Syari’ah, Komponen MKDK, Bandung, Pustaka Setia 1998



[1] Dr. Ali Shodiqin, Fiqh Ushul Fiqh “sejarah, metodologi dan implementasinya di Indonesia”,Yogyakarta: BERANDA 2012, hlm. 137
[2] Drs.H.Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh Jakarta Timur : Rajawali Pers, 1993, hlm. 166.
[3] Tim MGMP DIY, Fikih dan Ushul Fikih untuk Kelas XI MAPK, Yogyakarta, 2011, hlm. 101
[4] Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A., Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 1999. Hlm. 331-332
[5] Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A., Ilmu Ushul Fiqih,…..hlm. 332
Share:
Read More

Tawassul dan Tahlil Menurut Ulama'



A.    Tawassul.
a)      Abstraksi.
Tradisi orang NU dalam tawassul sangat kental, tawassul sendiri artinya adalah perantara. Kalau kita tidak sanggup menghadapi langsung, maka perlu adanya perantara, sama halnya kalau kita tidak langsung bertemu dengan presiden, kita lewat mentri-mentrinya. Ketika kita tidak dapat langsung pada Allah SWT. maka mohon perantara para kekasih-Nya, para nabi, syuhadak dan orang-orang shaleh.

b)      Dalil.
عن أنس ، أن عمر إبن الخطاب رضي الله عنه كان إذا قَحَطُوا استسقي بالعباس بن عبد المُطّلب فقال: اللهم كنّا نتوسل اليك بنبيينا فتسقينا وإنا نتوسل اليك بعمّ نبيينا فاسقنا فيسقون. (رواه البخاري)

c)      Penjelasan.
Asy-Syaikh Jamil Afandi Sidqi al-Zahawi menjelaskan, bahwa yang dimaksud istighasah dan tawassul dengan para nabi dan orang-orang shaleh adalah menjadikan mereka sebagai sebab dan perantara dalam memohon kepada Allah SWT. untuk mencapai tujuan, pada hakekatnya Allah SWT. adalah pelaku yang sebenarnya (yang menagabulkan do’a). (KH. Muhyidin Abdussomad, Hujjah NU, hlm. 90)


B.     Tahlilan.
a)      Abstraksi.
Diantara budaya orang-orang NU adalah Tahlilan, acara ini sering dikaitkan pada acara-acara lain, misalnya prosesi tasmiyah (penamaan bayi) dalam prosesi ini terdapat amaliah tahlilan, prosesi ziaroh kubur dalam acara ini juga terdapat amaliah tahlilan, dan lain sebagainya. Amaliah tahlilan ini berisi pembacaan ayat-ayat suci al-Qul’an, shalawah untuk Nabi Muhammad SAW. dan zdikir-zdikir yang telah diramu oleh para Ulama.

b)      Dalil.
عن النبي صلي الله عليه وسلم أنه قال (( تصدقوا على أنفسكم وعلى أمواتكم ولو بشربةِ ماءٍ  فإن لم تقدروا على ذلك فبأية من كتاب الله تعالى فإن لم تعملوا شيئً من القرآن فادعوا لهم بالمغفرة والرحمة فإن الله وَعَدَكم لإجابة)).

c)      Penjelasan
Imam Nawawi berkata: perbuatan yang disukai (istishab), yakni bagi seseorang yang berziarah kepada orang yang telah wafat, lalu membacakan ayat-ayat al-Qur’an sekedarnya dan berdo’a untuknya. Keterangan ini di Nas oleh Imam asy-Syafi’I dan disepakati para Ulama yang lain. (KH. Munawwir Abdullah Fatah, Tradisi Orang-Orang NU, hlm. 279).





عن أبي هريرة رضي الله عنه (( من زار قبر أبويه أو أحدهما في كل مرة غفر الله له وكان بارا بوالديه )). (رواه الحاكم)

Share:
Read More

Tips dan cara mudah mengganti LCD dan Fleksibel Sony Ericsson G705

setelah beberapa kali mencoba dan mebcoba.. ahirnya reparasi atau mengganti bagian-bagian penting dalam seluler atau handpone tidaklah terlalu sulit..
sahabat hanya perlu teliti dan kemuan yang giigih karena tak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini bila kita berlaku dengan seriuuss.. eehheehh malah bicara kemana-mana..
okee lah.. langsung aja tips mudah mengganti layar LCD dan Fleksibel pada Sony Ericsson G705



seperti biasa langkah pertama persiapkan alat yang dibutuhkan.. dan yang penting adalah doa.. moga aja hp nya bisa selamat sampai tujuann hahhaa

1. periapkan alat.. maw beli atau pinjem terserah yang penting alatt..


2. persiapkan hp yng mau di reparasi tapi kamu harus taw dulu apa masalah hp nya yaaa..
Dan selanjutnya silahkan ikuti langkah-langkah dan perhatikan foto berikut ini... perhatikan dan resapi hingga akhirr..hehehe





















Share:
Read More

cara mudah ganti layar LCD Nokia N95

hemm bingung mau dimulai dari mana yaa,, karena mungkin agak panjang ceritanya.. haha
kaya mau ngapain aja..
oke langsung menuju TKP.. nih ada sedikit tips dan cara mudah agar bisa dandan handpone sendiri..
yang penting pertama siap mentall, secangkir kopi.. dan mulaaiiii.. 

langkah pertama yaa.. persiapkan dahulu peralatan membuka dan membersihkan hp..



selanjut nya silahkan ikuti sampai selesai gambar di bawah ini... resapi dan pahamilah..haha


buang semua yang ganggu.. ada batre card sim dll..hehe masudnya di simpen..
dan agar memudahkan di sarankan menaruh baut di maghnet..okeee..

lepaskan baut yang ada di bagian belakang slading.. di sana ada 4 biji..


jika sudah silahkan buka casing bagian depan mula-mula dari bagian samping..


lanjut pisahkan bagian yang telah di copot dan jangan lupa di simpan di tempat yang aman.. hindarkan dari jangkauan anak-anak..hoho


jika sudah.. buka bagian utama yng tertutup tombol key pad.. lihat gambarr.. croot.


jungkit lah pengait dengan alat yang telah di persiapkan.. di sarankan dengan hati-hati,, 


daaaannnn selesai duwehh.. tinggal di ganti aja tuh lcd yang bermasalah..

sekian dan terimakasih.. sumber dari berbagai macam blogg yag menginspirasi..
Share:
Read More

Tentang Cinta



Tiba-tiba aku ingin menulis tentang cinta pada saat suasana senja yang begitu mendung, di langit juga di hati. Tentang cinta antara manusia satu dengan yang lain yang berbeda jenis, bukan cinta anak kepada orangtua, cinta hamba kepada tuhannya, cinta sahabat, dsb.
            Cinta? Masing-masing orang memang sangat berbeda dalam mengartikan kata itu (baca: Nisbi). Cinta itu perasaan yang sangat menyenangkan ketika berada di sisi orang yang kita cintai, kata teman saya Jirjis L Farmadi. Ahh, rasa-rasanya sangat benar sekali. Mungkin definisi itu sangatlah sederhana, tapi memang itulah yang sedang dirasakan ketika kita berada di dekat orang yang kita cintai.
            Cinta? Dari mana sih datangnya cinta. Ada yang bilang “cinta itu dari mata turun ke hati”. Benar juga sih. Bagaimana bisa cinta kalau tidak pernah melihat orang yang akan kita cintai?. “tresno iku jalaran songko kulino” kata pepatah jawa. Pepatah itu pun sangat tepat bagi kita, siapa sih yang gak bakalan cinta kalau setiap hari ketemu, curhat, sms an, BBM an, chatingan, dsb. Bahkan masih ada yang pake surat-suratan, tukeran puisi, cerpen, atau media lain. Mungkin kebanyakan orang akan jadi cinta bila seperti di atas, karena intensitas kagiatan seperti itu akan menuntut seseorang menjadi perhatian, curhat tentang keluarga, saudaranya, teman-temannya, bahkan sampai pada cerita yang sebenarnya tidak perlu untuk diceritakan. Aktifitas seperti demikian akan menimbulkan rasa yang katakanlah “aneh”, mulai dari kesepian kalau tidak ada kabar, tidak ketemu, tidak peduli, dan beberapa rasa “tak seperti biasanya”.
            Kenapa kita mencintai seseorang? Karena itu merupakan sifat primordial yang dimiliki oleh manusia (baca; fitrah). Tuhan menganugerahkan sifat-Nya kepada ciptaan-Nya, yakni cinta. Cinta antara manusia satu dengan yang lain yang berbeda jenis, laki-laki dan perempuan.
            Lalu dengan apa kita mewujudkan cinta itu? Lebih sederhananya –namun sulitnya minta ampun, yaitu memberi, ya memberi tanpa ada harapan akan balasan. Terkadang kita menuntut dan bertanya, kenapa orang yang kita cintai itu ternyata tidak menyintai kita, tidak membalas cinta yang kita berikan, dan ujung-ujungnya kita mengubur pelan-pelan cinta yang ada dalam diri kita untuk orang tersebut.
            Memberi apa? Memberi apa yang kita punya, mulai dari perhatian, pelajaran, berbagi kebahagiaan. Lalu apa yang terjadi di sekeliling realitas kita sehari-hari? Ada yang mewujudkan cintanya dengan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai religius yang diyakininya, misalnya sampai melakukan hubungan intim. Boleh? Lebih baik kita kembalikan pertanyaan itu pada hati nurani kita sendiri. Sebab yang tahu baik buruk itu hati kita. Bisa dikatakan semua orang –yang normal, menginginkan hal seperti itu, karena itu juga fitrah yang dimiliki oleh manusia, namun alangkah baiknya apa yang kita lakukan harus sesuai dengan apa yang kita ketahui dan kita yakini. Kalau kita tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah salah, maka jangan kita lakukan. Karena dosa orang yang tahu itu lebih besar dari pada dosa yang dilakukan oleh orang yang tidak tahu.
            Cinta itu suci –kata orang-orang yang sering kedengar, karena cinta memang salah satu sifat Tuhan itu sendiri. Demikian sangat amat disayangkan bila kita mengotori kata cinta itu sendiri dengan hal yang tidak baik. Suatu hari ada status twitter teman perempuan saya “jika lelaki cinta kepadamu karena dada dan pahamu, tendang saja penisnya”.Hal itu menunjukkan sangat hina apabila kita mengatasnamakan cinta demi kelamin. Lebih baik pergi ke lokalisasi bayar sesuai tarif yang disepakati, dari pada harus mengatasnamakan cinta demi berahi.
            Kita bisa membayangkan sendiri betapa sakitnya perempuan yang terluka karena bualan demi cinta yang dikotori oleh para lelaki yang ingin menghancurkan masa depan perempuan itu.
            Faktanya, yang selalu dirugikan itu pihak perempuan, para lekaki mayoritas tidak begitu peduli dengan hal itu. Beruntung bila lelaki mau tanggung jawab, bila tidak?. Itu akan menghancurkan masa depan perempuan itu sendiri.

Jika anda bisa mengubah pikiran, maka anda akan bisa kelakuan (Jalaludin Rumi)
Share:
Read More

Belajar dari Lirik Lagu Iwan Fals “Seperti Matahari”

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya di dalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya
Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi
Ingin bahagia, derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita
Ada benarnya nasehat orang-orang suci
Memberi itu terangkan hati
Seperti matahari yang menyinari bumi
(Tidak tahu album apa tahun berapa. Hehe)

                Seperti matahari, ya lebih kurang seperti itu pesan dari lirik di atas. Banyak sekali karya-karya Bang Iwan yang mengubah sekaligus memberi inspirasiku dalam menjalani kehidupan ini. Terutama dalam memaknai hidup ini yang amat sangat sarat akan subyektif. Masing-masing orang mempunyai persepsi sendiri bagaimana ia harus hidup dan menjalaninya sekaligus orientasinya. Dan kebetulan aku sependapat dengan mayoritas karya Bang Iwan.
                Keinginan adalah sumber penderitaan/tempatnya di dalam pikiran. Keinginan, tentu bukan semua keinginan adalah sumber penderitaan, karena ada juga keinginan-keinginan positif yang justru menjadikan kita semangat, namun pada kalimat di atas, lebih pada keinginan yang berujung nafsu. Kita –atau bila kurang tepat yaitu aku sendiri- terlalu sering dihantui oleh keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak begitu kita butuhkan, sehingga keinginan itu mengubah dan memengaruhi sistem pola pikir kita yang selalu dihantui untuk bagaimana biar keinginan itu bisa terwujud –bahkan sampai menggunakan cara yang sebenarnya tidak baik. Tidak perlu kuberikan contoh karena aku yakin sudah mengerti dengan melihat realitas yang ada di sekitar kita.   
                Tujuan bukan utama/yang utama adalah prosesnya. Begitu banyak orang yang mempunyai tujuan yang sangat baik, namun sedikit yang menggunakan proses yang baik pula. Banyak orang yang menghalalkan segala cara agar ia bisa mencapai tujuan itu sendiri, tak peduli curang, culas, dan bahkan sampai membunuh satu dengan yang lain. Sebaik apapun tujuan, bila tidak dibarengi dengan proses yang baik, maka seperti halnya tingkah hewan. Secara tidak langsung manusia sendirilah yang merendahkan derajatnya sebagai manusia.
                Kita hidup mencari bahagia/Harta dunia kendaraannya/Bahan bakarnya budi pekerti/Itulah nasehat para Nabi. Tidak ada orang yang bertujuan ingin hidup susah, tidak ada. Secara universal manusia ingin mencapai kebahagiaan –tentu dengan cara dan pemaknaan kebahagiaan itu juga amat sangat relatif/nisbi. Kita hidup di dunia, maka dunia itu kita jadikan sebagai kendaraan. Selaras dengan hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa “Dunia adalah ladangnya akhirat”. Tentu tidak semata-mata dengan kendaraan itu kita bisa bahagia, masih ada yang namanya budi pekerti/akhlak/moral/etika, dsb. Manusia bisa dianggap manusia bila ia mempunyai akhlak, orang tidak akan dinaikkan derajatnya bila akhlaknya tidak ada. Nabi pernah bersabda “Manusia adalah hewan yang berakal”. Hadits Qudsi juga ada “Tidak lain Aku mengutus Kau (muhaammad) untuk menyempurnakan akhlak”
                Betapa akhlak itu sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia? Sehingga Nabi Muhammad pun tidak hanya menyampaikan risalah Tuhan, pula menyempurnakan akhlak. Jadi yang terpenting untuk kita garisbawahi bahwasannya kita hidup tidak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat. Jalan menuju ke akhirat itu melalui dunia, dunia kita jadikan sebagai kendaraan untuk mencapai dan menuju akhirat, tentu dengan akhlak yang baik dalam merengkuh kebahagiaan dunia.
Ingin bahagia, derita didapat/Karena ingin sumber derita/Harta dunia jadi penggoda/Membuat miskin jiwa kita. Manusia itu tidak akan pernah ada puasnya dengan apa yang dimilikinya. Itu apabila manusia tidak bisa mengontrol nafsunya, karena manusai telah diperbudak oleh nafsu tersebut. Semakin manusia merasa ingin, maka di situlah kemiskinan.
Orang miskin itu bukan ia yang kekurangan harta, namun ia yang tidak bisa mensyukuri nikmat Allah yang tak terbatas untuk makhluk-Nya. Semiskin apapun harta seseorang, bila ia merasa syukur, maka kemiskinan itu tidak ada arti baginya, karena ia percaya bahwa Allah tidak akan pernah mendholimi makhluk-Nya sendiri.
Ada benarnya nasehat orang-orang suci/Memberi itu terangkan hati/Seperti matahari yang menyinari bumi. Ada kalimat yang sering kudengar dari temanku, “jangan pernah berpikir apa yang bisa kudapatkan dari orang lain, tapi berpikirlah tentang apa yang belum kuberikan untuk orang lain”. Jujur, memang sulit untuk memberikan sesuatu yang kita punya kepada orang lain, jangankan orang lain, kerabat dekat kita saja terkadang kita masih merasa eman-eman. Kita masih meragukan balasan yang Allah berikan kepada kita bila mampu memberikan sesuatu kepada orang lain. Pada jelas Allah berfirman di QS, al An’am: 160. “Barang siapa yang mendatangkan satu kebajikan, maka baginya balasan 10 kali lipat dari kebajikan itu. Dan barang siapa mendatangkan keburukan maka baginya balasan yang sesuai dengan keburukan itu.”
Namun kita terlampau sering hanya memercayai sesuatu yang sudah ada di depan mata, dan manusia memang sulit untuk percaya, karena sudah tidak kontrol lagi dengan makhluk Allah yang bernama nafsu. Kita percaya bahwa Allah tidak mungkin mengingkari janji, namun balasan sepuluh kali lipat itu menjadi sesuatu yang tidak berarti bila seketika itu diberikan kepada manusia secara langsung. Manusia dituntut untuk sabar dalam penantian pahala itu.
“Sekali-kali kamu tidak akan memperoleh kebaikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan dari sebagian harta yang kamu senangi” (QS. Ali Imran: 92).  
Share:
Read More