Umumnya kita orang Indonesia baru mendengar nama Kawabata Yasunari (yang mengikuti penulisan nama secara barat yang mendahulukan nama sendiri dari nama keluarga disebut Yusunari Kawabata) tatkala ia diberitakan mendapat hadiah Nobel untuk kesusastraan pada tahun 1986. Dialah orang asia kedua yang memperoleh hadiah yang terhormat itu setelah Rabindranath Tagore mendapatya pada tahun 1913.
Terjemahan karyanya dalam bahasa Indonesia berupa buku baru terbit beberapa tahun kemudian, yaitu negeri salju (Yukiguni), 1972 Oleh Anas Ma'ruf, Rumah Perawan (Nerumeru Bijo), 1977 Asrul Sani, Keindahan dan Kepiluan (Utsukushisa to Kanashimi), 1980, Oleh Asrul Sani dan Serbu Burung Bangau (Senbazuru), 1980 oleh Max Arifin.
Kawabata Yasunari dilahirkan pada tahun 1899 di Osaka, Japan, tetapi segera menjadi yatim piatu kaena kedua orang tuanya meninggal. diapun diasuh oleh kakeknya pun meninggal dunia pula ketika baru berusia 16 tahun.. kematian yang berturut-turut yang dialaminya ketika masih kecil itu, dan hidupnya yang yatim piatu sangat memengaruhi karya-karyanya. kesepian da keheningan, begitu juga suasana maut senantiasa mengambang dalam karya-karyanya.
Para pengeritik dan pengamat karya-karya Kawabata mengtakan
bahwa dalam karya-karyanya selalu dipertentangkan kemudaan dengan maut, sehngga
hal itu menjadi tema tulisan karya-karyanya.
Tahun1920 ia memasuki jurusan sastra Inggris Universitas
Kerajaan Tokyo, tetapi kemudian ia pindah ke Jurusan Sastra Jepang. Sejak Usia
15 tahun dia telah memuatkan karangan-karangan dalam majalah-majalah, tetapi
pemutaran sebuah karangannya dalam Shinshicho,
yang diterbitkannya bersama mahasiswa-mahasiswa yang lain tahun 1921
mendapat perhatian Kikuchi Kan (1888 – 1948), seorang pengarang roman dan
sandiwaranya yang cukup terkenal. Kikuchi kan di Indonesia dikenal melalui
sandwara Chichi Kaeru yang disadur oleh Usmar Ismail menjadi Ayahku Pulang dan kemudian dibuatnya
menjadi Film dengan judul Dosa Tak
Berampun.
Kikuchi Kan pada tahun 1923 menerbitkan majalah Benguei
Shunju dan Kawabata duduk menjadi salah seorang staf redaksinya. Kawabata pun
menikmati perlindungan pengerang yang lebih tua itu, sehingga ia mendapat
kesempatan memasuki dunia sastra dan seni secara lebih leluasa. Melalui Kikuichi
Kan pulalah Kawabata berkenalan dengan Yo Komitsu Riiychi (1898 – 1947),
seoerang pengarang Jepang penting lainseangakatanya. Bersama dengan Takaoka
Teppei, mereka menerbitkan majalah Bengei Jidai pada taun 1924, yang menjadi
wadah kelompok pengarang muda yang menyebut dirinya Shinkankaku-ha (kaum persepsionis baru). Kawabata dan Yokomitshu
menjadi orang-orang terkemuka dari gerakan tersebut yang memberikan banyak
harapan. Mereka menjadi lawan penganut aliran realism dan berusaha memandang
hidup dari sudut pandang yang sama sekalibaru dengan menciptakan karya-karya
kreatif yang gayana bersifat baru pula.
Keharuman nama Kawabata sebagai pengerang muda kian semerbak
ketika pada tahun 1926 mengumumkan cerita Izu No Odoriko (penari Izu), sebuah
cerita cemerlang yang merupakan sebuah karya Kawabata yang popular dan paling digemari di Jepang. Sampai seakarag
pun para pelajar maupun pembaca umum masih tetap membacanya. Kawabata leih
dikena sebagai penulis dan pengarang roman.
Banyak romanya yang sudah diteremahkan kedalam bahsa-bahasa lain, misalnya
Yukiguni (Daeah Bersalju), Senbazuru (Seribu Bangau), Yama No Oto (Suara di
Gunung), Nerumeru Bijo (Si Jelita yang Tidur), Mizuumi (Danau), Utshushisa to
Kanashimi (kecantikan dan kepiluan), dan lain lain. Tetapi sebenarnya Kawabata pun
banyak menulis cerita pendek dan esai, bahkan sandiwara. Pada masa mudanya
bahkan dia pun menulis sajak. Saying anya sedikit saja cerita pendeknya yang
pernah diterjemakan ke dalam bahasa asing. Yang paling banyak diterjemahkan
ialah Izu no Odoriko.
No comments:
Post a Comment