" Mari bersama-sama memberikan konten yang positif bagi Indonesia "

Revolusi Cucian Usang

Kelihatanya sesuatu tindakan ramai-ramai mencuci kain kotor di depan umum tidak akan sampai mempermalukan seorang presiden yang terkenal karena ketidakluwesan, korupsi, dan kekejamannya. Tetapi, asi massa mencuci kain beramai-ramai itulah yang yang justru merupakan satu unsur kunci yang melengserkan presiden Peru yang tidak merakyat, Alberto Fujimori, setelah berkuasa lebih kurang sau dasawarsa.
Pada bulan Mei 2000, pada setiap hari Jumat, sejak siang sampai pukl 3 sore, ribuan orang mulai berkumpul di Plaza Mayor di pusat ibukota Peru, Lima. Kegiatan mereka; mencuci benderea nasional yang berwarna mereah-putih-merah. Gerombolan khalayak itu ingin mempertunjukan bahwa Peru, dan bendera nasionalnya, sudah sangat kotor.
Para penguasa menaggapi aksi massa itu dengan ancaman dan tekanan. Vladimiro Lenin Montesinos, Kepala Polisi Rahasia, menyebut aksi massa itu sebagai ‘penyakit kanker’ dan mengusulkan agar para pelaku pencurian bendea nasional itu ditindak sebagai teroris. Tetapi, aksi ‘lava la bandera’ – ‘cuci bendera’ – itu terus berlangsung. Sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang  pelakunya, Miguel Izza, “saya hanya ingin satu Negara yang bersih”
Maka, aksi protes pun menjalar keseluruh negeri. Ratusan ribu warga ikut ambil bagian. Sampai taraf tertentu, aksi Lava la Bandera itu sebenarnya seudah mencapai tujuanya. Lima bulan setelah aksi itu dimulai, Fujimori akhirnya tumbang (dia menyatakan pengunduran dirinya malalui aksi mencuci bendera itu, tulis harian La Republica dalam rangkuman tulisan meleneumnya, adalah “suatu ritual yang kami, Rakyat Peru, tidak akan pernah melupakanya.”

Pada tahun 2009, Fujimori (dipulangkan dari Chili dua tahun sebelumnya) akhirnya dijatuhi hukuman dua puluh lima tahun atas semua pemunuhan yang terjadi sepanjang masa pemerintahanya. Bendera nasional Peru pun kini bersih.
Share:

No comments: