" Mari bersama-sama memberikan konten yang positif bagi Indonesia "

Sembilu Pandora

Oleh : Sigit Budi

Ketika saya kuliah di Sastra Inggris, 18 tahun lalu, kami sering belajar antarbudaya dengan para mahasiswa pertukaran dari wilayah Selatan negeri Uwak Sam. Salah satunya dari Little Rocks, kampung Bill Clinton. Mereka rutin datang ke tempat kami setiap tahun atas berkat jasa International Board on Indonesia, sebuah yayasan kerjasama Kristen dari Semarang.
Kami anak-anak kampung ini bertanya macam-macam tentang budaya dan kehidupan kampus di USA. Saya bertanya soal jenjang kuliah di sana. Teman kami bertanya tentang karya sastra Uncle's Tom Cabin. Tapi dua hal yang membuat para bule muda itu muntah darah dengan pertanyaan kita adalah kenapa dari 24 mahasiswa ini tidak ada satupun yang berkulit hitam atau orang latin. Beda dengan penjelasan kalian tentang negerimu yang multikultural. Tentang melting pot dst.
Nah jawaban yang membuat geli saya adalah jawaban normatif mereka terkait film "American Pie" dan "American Beauty". "Wah itu hanya di film saja," elak mereka. Ini mahasiwa apa anak biara sih wkkk
Bertahun setelah lulus, program di atas masih berjalan. Namun ditengah kuatnya nalar curigation Kristenisasi, program ini sempat disorot khalayak di media. Saya senyum-senyum saja, bagaimana mungkin mereka bisa mengkristenkan kami para mahasiswa dan orang sekitar, ngomong bahasa Indonesia saja ga bisa, apalagi ngomong bahasa lokal, secara nalar saja mereka 11 12 dengan Trump yang merusak imajinasi liberal kami tentang USA.
Kesimpulannya siapapun mereka kalau campur adukan ilmu pengetahuan dengan agama ya otaknya ga jauh dari Trump atau Rizieq. Kalau saja yang jadi mahasiwa pertukaran itu mas Zuck atau Musk, bolehlah khalayak curigation, mungkin saya juga sudah agnostics sejak saat itu.
Share:

No comments: