Oleh : Sigit Budi
Saya punya teman baik yang koplak dan konyol level dewa. Saya tidak tag dalam postingan ini, siapa tahu saat ini mereka acting jadi suami atau menantu yang saleh. Sebut saja namanya AS dan FU. Yang pertama seorang santri, kedua Islam abangan yang sekolah Katolik.
Bagi kami beragama itu selow, dan penuh siasat. Apalagi dalam kondisi malas sok didaruratkan sebagai jalan keluar. Dalam kondisi darurat, tentu banyak diskon, kan? Tentu alasan utamanya adalah niat mangkir.
Saya punya teman baik yang koplak dan konyol level dewa. Saya tidak tag dalam postingan ini, siapa tahu saat ini mereka acting jadi suami atau menantu yang saleh. Sebut saja namanya AS dan FU. Yang pertama seorang santri, kedua Islam abangan yang sekolah Katolik.
Bagi kami beragama itu selow, dan penuh siasat. Apalagi dalam kondisi malas sok didaruratkan sebagai jalan keluar. Dalam kondisi darurat, tentu banyak diskon, kan? Tentu alasan utamanya adalah niat mangkir.
Ceritanya dalam bulan Ramadan seperti ini, kami yang aktif di pers
mahasiswa saat itu tetap ada kewajiban dari kota ke kota. Godaan mokel
atau tidak berpuasa itu tinggi. Alasan excuse untuk mokel dan tidak
puasa yang mainstream adalah musafir atau dalam perjalanan. Ini tidak.
Alkisah dalam perjalanan itu, akhirnya harus singgah barang beberapa hari di rumah ortu AS di Ranu Grati, Pasuruan. Entah dapat akal bulus dari mana, tiba-tiba AS berpesan kepada ibunya untuk masak seperti biasa di pagi hari. AS tentu tahu tabiat kampungnya yang santri itu, pada pagi di bulan Ramadan akan susah mencari warung yang berjualan makanan, kopi, dan rokok asupan wajib bagi mereka. Terlebih selama perjalanan itu, mereka sudah terbiasa mokel.
"Lah laopo masak, kan posoan?" tanya ibu As.
"Arek-arek iku Kristen, Bu. Mesake nek ngasi ora sarapan," jawab AS tanpa dosa.
"Ya wes sesuk dicepake kabeh," jawab Ibu tanpa curiga.
Mendengar akal bulus AS, FU tersentak ingin tertawa ngekek tapi ditahan sampai ibu AS berlalu.
"Cuk, nggatheli, Kon," umpat FU. Keduanya baku tatap dan berlalu meledakan tawa di tempat yang sekiranya tidak terdengar ibu.
Disclaimer: tidak untuk ditiru mereka yang beragama dengan cemberut.
Alkisah dalam perjalanan itu, akhirnya harus singgah barang beberapa hari di rumah ortu AS di Ranu Grati, Pasuruan. Entah dapat akal bulus dari mana, tiba-tiba AS berpesan kepada ibunya untuk masak seperti biasa di pagi hari. AS tentu tahu tabiat kampungnya yang santri itu, pada pagi di bulan Ramadan akan susah mencari warung yang berjualan makanan, kopi, dan rokok asupan wajib bagi mereka. Terlebih selama perjalanan itu, mereka sudah terbiasa mokel.
"Lah laopo masak, kan posoan?" tanya ibu As.
"Arek-arek iku Kristen, Bu. Mesake nek ngasi ora sarapan," jawab AS tanpa dosa.
"Ya wes sesuk dicepake kabeh," jawab Ibu tanpa curiga.
Mendengar akal bulus AS, FU tersentak ingin tertawa ngekek tapi ditahan sampai ibu AS berlalu.
"Cuk, nggatheli, Kon," umpat FU. Keduanya baku tatap dan berlalu meledakan tawa di tempat yang sekiranya tidak terdengar ibu.
Disclaimer: tidak untuk ditiru mereka yang beragama dengan cemberut.
No comments:
Post a Comment