Suatu ketika saya dapat keistimewaan membaca dan menulis dengan bahan
Panji Masyarakat dan Suara Muhammadiyah. Panjimas dari edisi perdana,
bredel, hingga terbit lagi sampai edisi 1984, seingat saya, sudah saya
lahap. Sedang Suara Muhammadiyah, secara acak tapi agak lumayan saya
pelototi.
Apa yang saya dapatkan sungguh menarik. Mengkonfirmasi
dawuh mbah kyai intelektual mantan bos, bahwa nek golek fikih sing
ndukung apa sing nolak kui gampang, podho akeh e dalile. Artinya emang sangat kontekstual sekali.
Nah yang menarik di Suara Muhamadiyah zaman AR Fachroedin dan pemimpin
sebelumnya, mudah saya temukan iklan rokok atau tembakau di sana. Pun
dengan anggur kolesom yang kira2 hari ini sangat haram wkkk. (padahal
tradisi lama Jawa dekat dengan kandungan alkohol). Dan hari ini
Muhammadiyah anti tembakaunya pol notok. Opo maneh bab alkohol.
Yang menarik lagi di Panji Masyarakat. Selain HM Rasjidi, lulusan
Prancis yang wahabi pelawan keras TBC (tahyul, bidah, churafat) itu ada
Ahmad Syafii Maarif yang kira2 bisa sya katakan juga wahabis saat itu.
Yang liberal itu Amin Rais seorang anak kyai gede Solo yang waktu itu
juga sekolah di Amerika kayak Syafii Maarif.
Oh ya, hampir lupa,
si M Natsir itu sebelum 1965 dan dekat dengan Arab Saudi ya liberal,
ngeropa banget dengan perayaan ala orang kebanyakan eh ujung2nya
mengerasss!
Saya ingat juga, klo tidak salah di edisi tahun 79,
seorang anak muda baru lulus SMA ngamuk berat sama VS Naipul orientalis
India lahir dan besar di Amerika penulis Tuan Biswas. Anak.muda bernama
Imam Prasodjo itu merasa dikadalin ditipu habis, diajak menemani
keliling pesantren tapi oleh si doi laporan dibukunya ditulis sembrono
stigmatis pada Islam di Indonesia.
Poin saya, diakronis itu
penting melihat identitas. Dan identitas itu fluid. Ada yang tetap waras
sejak dulu. Ada yang tambah waras dan jadi guru bangsa. Ada tambah
pekok misale ya Amin Rais. Ha ha ha
No comments:
Post a Comment