" Mari bersama-sama memberikan konten yang positif bagi Indonesia "

Animal Symbolicum

oleh : Sigit Budhi


Kiranya tidak ada di muka bumi ini sepanjang peradaban yang tergila-gila dengan simbol yang membedakan alias hirarki selain manusia. Hirarki ini tentu tidak hanya dihadirkan sebagai hasil kekuatan otot, kekerasan, perang, tetapi juga bentuk-bentuk akumulasi tak benda dan bendawi.
Dalam dunia kehidupan kampung di Pantura Jawa, misalnya, banyak para buruh migran yang bekerja di jazirah Arab menunaikan haji berulangkali, tapi self censor menolak dirinya disebut haji dan tidak mau berkumpul dalam kumpulan haji semacam IPHI. Bagi mereka, yang disebut haji adalah yang berangkat via jasa pemerintah. Pun dalam kalangan haji resmi pemerintah, mereka tidak sreg dan tak mengakui mereka para buruh migran yang berhaji bagian dari perkumpulan mereka.
Dan dalam dunia kampus, mereka yang lulusan luar negeri akan ditulis gelar mentereng dengan PhD sedang yang lulusan dalam negeri cukup Dr. Jadi kadang terlihat aneh bin ajaib ketika membaca daftar pengajar di papan presensi. Sungguh membikin geli.
Nampak di negeri yang kurang berpikir, mencari asal-usul dan kontemplasi pengakuan perbedaan itu untuk memberi privelege atau kekuasaan yang lebih bagi mereka yang berkuasa atau memiliki kekuatan.
Hendaknya pengakuan perbedaan itu untuk memberi privelege atau affirmative action bagi mereka yang berbeda tapi lemah. Misalnya memberi fasilitas khusus bagi mereka yang lemah, difabel, hamil dan menyusui dalam suatu layanan publik atau fasilitas kampus misalnya. Jadi hal-hal yang tidak menggarami lautan macam memberi privilege bagi yang PhD dibanding Dr, bagi yang haji negara dibanding haji buruh migran :-p.
Betapa dunia ini akan hancur jika dibiarkan dalam mekanisme pasar ala darwinisme sosial kaum behavioris. Justice, equality, equity harus dihadirkan dalam konteks fleksibel memberi afirmasi dan menolak dampak brutal mekanisme pasar dalam hubungan manusia.
Share:

No comments: