Oleh : Gedhek Reot
Tulisan ini merupakan status dari sahabat, Gedhek Reot bersama Den Rohmat.
Daripada melihat filmnya, aku lebih tertarik dengan kesan
yang "Den Rohmat" ini utarakan. Akankah kita perlu kembali ke
romantika qobil dan habil untuk menegaskan yang mana yang lebih manusiawi? atau
pembunuhan tersebut hanyalah implikasi dari letupan energi yang tak tertahankan
karena tiadanya wadah sublimasi untuk berbaur?. Sebuah pembicaraan panjang
perenungan manusia mencari manusia itu sendiri.
Lacan menggambarkan manusia hanyalah meme yang berusaha
mengidentifikasi diri dan memupuk image tentang dirinya dengan gambaran
orang lain. hal ini disebut dengan efek mirror image yang menyebabkan dirinya
terkubur dalam imagi the other dan mulai kehilangan dirinya. Jadi merupakan hal
lumrah pemandangan orang bingung ketika ditanyakan siapa kamu, apa keinginanmu (yang
sesungguhnya) dan lainnya.
Tak berhenti disitu makhluk hidup berdarah panas ditakdirkan
untuk hidup berkelompok membangun society dan culture bagi mereka yang
mempunyai intelegensi tingkat tinggi. Disinilah manusia mulai mencari
keseragaman menciptakan value dan sense yang sama dan berusaha membunuh sang
chaos. Yang meghasilkan respon beragam diantaranya plakat madness pada thn
1800an disematkan manusia sebagai adzab karena mengingkari alam yang chaos ini.
Manusia kemudian mulai memahami bahwa mereka tak pernah sama
di tingkatan pemahaman dan perasaan. Mereka tak pernah sejurus dalam tataran
imago dan bahkan bahasa yang menjelaskan realitaspun terbatas, sekedar ilusi
belaka. Mereka tak pernah benar-benar berdialog lebih dikatakan sebagai monolog
atau bahkan lebih buruk lagi hanyalah interaksi.
Dalam penerjemahannya other sering dikatakan sebagai liyan.
Sebuah keputusan yang diambil dari asas kepastian bahwa ia bukan kita. Tapi
apakah kita benar-benar yakin dan paham kepada yang lain? Iro-iro te(dalam banyak
hal). Oleh karena itu saya lebih suka penerjemahan N.A yang menerjemahkannya
sebagai "diantara" dengan kerendahan hatinya. Karena kita benar-benar
tak tahu. " Hell is the other people". Lalu akankah kita hanya harus
menyentuh permukaan tanpa menjalani relasi mendalam, akankah kita hanya harus
membuang semua hal ke dalam sapitenk layaknya anarchist, ataukah kita
mengangkat bendera kelompok layaknya pacifist atau bahkan racist. Dan semua
"mistery" ini akan raib tak berbekas ketika manusia itu sendiri tiada
dan lenyap.
Tulisan ini merupakan status dari sahabat, Gedhek Reot bersama Den Rohmat.
No comments:
Post a Comment